Bahasa Jawa (bahasa Jawa:
ꦧꦱꦗꦮ) adalah bahasa yang digunakan penduduk
bersuku bangsa Jawa di
Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan
Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain seperti
Banten (terutama
Serang,
Cilegon, dan
Tangerang) serta
Jawa Barat (terutama kawasan pantai utara yang meliputi
Karawang,
Subang,
Indramayu, dan
Cirebon).
Penyebaran Bahasa Jawa
Migrasi suku Jawa membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai
daerah, bahkan di luar negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke
Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke
Malaysia,
sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama
kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa
Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah
Lampung (61,9%),
Sumatera Utara (32,6%),
Jambi (27,6%),
Sumatera Selatan (27%),
Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai
Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa di
Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah
Deli sehingga kerap disebut sebagai
Jawa Deli atau
Pujakesuma
(Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata
Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui
program
transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
Selain di kawasan
Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di
Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di
Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan
Aruba dan
Curacao serta
Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah
Guyana Perancis dan
Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke
Korea,
Hong Kong, serta beberapa negara
Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.
Bahasa Jawa halus dan kasar
Jawa bagian tengah yang mempunyai bahasa jawa kasar dan halus juga,
bahasa jawa halus kebanyakan berada di kota kota disekitar ibukota jawa
tengah ini contohnya di solo dan di ibukotanya sendiri yaitu di semarang
, di DI Yogyakarta juga memakai bahasa yang halus, sedangkan untuk yang
bahasa jawa kasar berada di kota daerah perbatasan antara jawa barat
dan jawa tengah biasanya di kota daerah sekitar pantai utara dan pantai
selatan. Untuk wilayah jawa timur bahasa jawanya kebanyakan sama dengan
bahasa yang ada di jawa tengah ,tapi di daerah barat jawa timur cara
bicara didaerah ini agak lantang atau tegas, bahasa ini terletak
berdekatan dengan daerah Madura .Dan ada lagi daerah Bali yang bahasanya
terdengar seperti bahasa jawa tapi jauh sekali berbeda juga bahasa Nusa
tenggara yang terdengar seperti bahasa bali.
Tata Bahasa
Tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga yaitu tingkat
tutur ngoko, tingkat tutur madya dan tingkat tutur karma. Atau secara
umum dibagi menjadi dua saja yaitu tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur
karma.
Aksara Jawa ꧊ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧊
Aksara jawa berbeda dengan huruf Latin yang kita gunakan sekarang ini untuk menulis. Aksara jawa terdiri dari :
- Aksara Carakan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦕꦫꦏꦤ꧀.
Aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata ato biasa disebut
Dentawiyanjana, yaitu : ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha,
ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;
- Aksara Pasangan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦥꦱꦔꦤ꧀. Bentuk mati (huruf) dari aksara inti, yaitu : h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, p, dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ; pasangan
- Aksara Swara / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦱ꧀ꦮꦫ.
Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang
dihormati yang diawali dengan huruf hidup, yaitu : A, I, U, E, O
- Aksara Rekan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦉꦏꦤ꧀. Untuk penulisan huruf-huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu : kh, f, dz, gh, z
- Aksara Murda / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ. Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
- Aksara Wilangan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦮꦶꦭꦔꦤ꧀. Untuk penulisan bilangan dalam bahasa Jawa, yaitu angka 1 s/d 10 dalam aksara Jawa.
- Tanda Baca (Sandangan / ꦱꦤ꧀ꦢꦔꦤ꧀).
Merupakan tanda baca yang biasa digunakan, huruf hidup serta huruf mati
yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari, yaitu tanda : koma, titik,
awal kamimat, dll. huruf : i, o, u, e. huruf mati : _r, _ng, _ra, _re,
dll
Tembung ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁ꧊
Tembung dalam bahasa Indonesia artinya kata. Silah silahing tembung atau jenis kata (Gramar) dalam Bahasa Jawa ada 10 macam:
- Tembung aran / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦲꦫꦤ꧀ (kata benda). contoh: meja, kursi.
- Tembung Kriya / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦿꦶꦪ꧊ (kata kerja) Contoh: turu, adus.
- Tembung ganti / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦒꦤ꧀ꦠꦶ ( kata ganti). Contoh: aku, kowe, bapak.
- Tembung Wilangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦮꦶꦭꦔꦤ꧀ (kata bilangan). Contoh: enem, telu, papat.
- Tembung Kahanan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦲꦤꦤ꧀ (kata sifat). Contoh: ayu, kuru, seneng.
- Tembung Katrangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦠꦿꦔꦤ꧀ (kata keterangan). Contoh: ngisor, lor, tengah.
- Tembung Pangguwuh / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦔ꧀ꦒꦸꦮꦸꦃ (kata seru). Contoh: wah, aduh, ah, eh.
- Tembung Sandhangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦱꦟ꧀ꦝꦔꦤ꧀ (kata sandang). Contoh: Sang, Hyang, Raden.
- Tembung Panyambung / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦚꦩ꧀ꦧꦸꦁ (kata sambung). Contoh: lan, mulane, sarta.
- Tembung Pangarep / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦔꦉꦥ꧀ (kata Depan). Contoh: saka, ing, sing.
Ater ater Seselan Panambang ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦱꦼꦱꦼꦭꦤ꧀ꦥꦤꦩ꧀ꦧꦁ꧊
Ater ater (Awalan),Seselan (Sisipan),Panambang (Akhiran).
Ater ater ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂ꧊
- Ater ater Hanuswara ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦲꦤꦸꦱ꧀ꦮꦫ꧊
- m [m+bathik=mbathik]
- n [n+tulis=nulis]
- ng [ng+kethok=ngethok]
- ny [ny+cuwil=nyuwil]
- Ater ater Tripurasa ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦠꦿꦶꦥꦸꦫꦰ꧊
- dak [dak+pangan=dakpangak]ko [ko+jupuk=kojupuk]
- di [di+goreng=digoreng]
- Ater ater liya ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦭꦶꦪ꧊
- a [a+lungguh=alungguh]
- ma [ma+lumpat=malumpat]
- ka [ka+gawa=kagawa]
- ke [ke+sandhung=kesandhung]
- sa [sa+gegem=sagegem]
- pa [pa+lilah=palilah]
- pi [pi+tutur=pitutur]
- pra [pra+tandha=pratandha]
- tar [tar+buka=tarbuka]
- kuma [kuma+wani=kumawani]
- kami [kami+tuwa=kamituwa]
- kapi [kapi+temen=kapitemen]
Seselan ꧊ꦱꦼꦱꦼꦭꦤ꧀
- um [..um..+guyu=gumuyu]
- in [..in..+carita=cinarita]
- el [..el..+siwer=seliwer]
- er [..er..+canthel=cranthel]
Panambang ꧊ꦥꦤꦩ꧀ꦧꦁ꧊
- i [kandh+i=kandhani]
- ake [jupuk+ake=jupukake]
- ne [teka+ne=tekane]
- e [omah+e=omahe]
- ane [jaluk+ane=jalukane]
- ke [kethok+ke=kethokke]
- a [dudut+a=duduta]
- na [gawa+na=gawakna]
- ana [weneh+ana=wenehana]
- en [lepeh+en=lepehen]
- ku [buku+ku=bukuku]
- mu [klambi+mu=klambimu]
- e [omah+e=omahe]
Homonim
Homonim yaiku tembung-tembung kata sama ucapannya sama penulisannya tapi beda arti karena asal kata beda. Contoh:
- Kula rade pandung panjenengan punika sinten? (pangling)
- Rehning punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos. (maling)
- Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? (nesu)
- Bocah ditakoni kok mung duka bae, sebel aku! (embuh)
Antonim
Antonim / Tembung kosok balen yaiku tembung kata yang memiliki arti
berkebalikan dengan yang lain. Kata kata antonim antara lain:
padhang-peteng, bungah-susah, gedhe-cilik, beja-cilaka, kasar-alus, lan
sapiturute. Contoh:
- Bab sugih mlarat iku sejatine jatahe dhewe-dhewe.
- Kali ing Kalimantan kuwi tiga rendheng banyune ajeg gedhe.
Sinonim
Sinonim (nunggal misah) yaiku rong tembung dua kata atau lebih yang
bentuk penulisannya beda, arti sama atau hampir sama, arti yang sama
persis itu jarang. Contoh:
- Bocah kuwi senenge randha kemul.
- Bocah kuwi senenge tempe goreng diwenehi glepung.
- Tawangmangu iku hawane pancen adhem banget.
- Tawangmangu iku hawane pancen atis banget.
Homograf
Homograf yaiku tembung-tembung kata yang penulisannya beda artinya beda. Contoh:
- Tiyang punika asring ngagem busana cemeng. cemeng = ireng
- Aku yen sowan budhe arep nyuwun cemeng loro. cemeng = anak kucing
- Yen duwe meri kudu dikandhangake. meri = anak bebek
- Kowe ora perlu meri karo adhimu. meri = ewa, iri
Jejer(J)/ ꧊ꦗꦺꦗꦺꦂ꧊ Wasesa(W) ꧊ꦮꦱꦺꦰ꧊ Lisan(L) ꧊ꦭꦶꦱꦤ꧀
Dalam bahasa indonesia kita mengenal adanya struktur atau susun
kalimat, seperti subjek, predikat dan objek. Dalam bahasa jawa pun juga
memiliki hal yang sama akan tetatpi bernama lain,
- Jejer ꧊ꦗꦺꦗꦺꦂ꧊ = subjek
- Wasesa ꧊ꦮꦱꦺꦰ꧊ = predikat
- Lisan ꧊ꦭꦶꦱꦤ꧀ = objek
seperti halnya dalam bahasa indonesia, jejer dikenai pekerjaan dengan
pola sama seperti bahasa Indonesia tidak seperti english yang dibolak
balik.
Contoh kalimatnya: - aku mangan (aku makan) aku = jejer mangan = wasesa
- aku mangan sego (aku makan nasi) aku = jejer mangan = wasesa sego = objek
Untuk bagian kalimat seperti keteran (katrangan) sama saja seperti bahasa Indonesia.
Ukara ꧊ꦲꦸꦏꦫ꧊
Silah silahing ukara (Jenis-jenis Kalimat dlm Bhs. Jawa)
- Ukara Kandha / ꦲꦸꦏꦫꦏꦟ꧀ꦝ (Kalimat Langsung).Tuladha : Ibu ngendika 'Kowe kudu sekolah' / ꦲꦶꦧꦸꦔꦼꦤ꧀ꦢꦶꦏ꧌ꦏꦺꦴꦮꦺꦏꦸꦢꦸꦱꦼꦏꦺꦴꦭꦃ꧍
- Ukara Crita / ꦲꦸꦏꦫꦕꦿꦶꦡ (Kalimat Cerita). Tuladha : Ngendikane Ibu yen sregep sekolah mesthi pinter / ꦔꦼꦤ꧀ꦢꦶꦏꦤꦺꦲꦶꦧꦸꦪꦺꦤ꧀ꦰꦽꦒꦼꦥ꧀ꦰꦼꦏꦺꦴꦭꦃꦩꦼꦰ꧀ꦛꦶꦥꦶꦤ꧀ꦠꦼꦂ.
- Ukara Tanduk / ꦲꦸꦏꦫꦠꦤ꧀ꦢꦸꦏ꧀ (Kalimat Aktif). Tuladha : Bapak tindak kantor / ꦧꦥꦏ꧀ꦠꦶꦤ꧀ꦢꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦠꦺꦴꦂ
- Ukara Tanggap / ꦲꦸꦏꦫꦠꦔ꧀ꦒꦥ꧀ (Kalimat Pasif). Tuladha : Sepedane dicet abang / ꦱꦼꦥꦺꦢꦤꦺꦢꦶꦕꦺꦠ꧀ꦲꦧꦁ
- Ukara Pakon / ꦲꦸꦏꦫꦥꦏꦺꦴꦤ꧀ (Kalimat Perintah). Tuladha : Jupukna sepedaku neng omahe Paklik / ꦗꦸꦥꦸꦏ꧀ꦤꦱꦼꦥꦺꦢꦏꦸꦤꦶꦁꦲꦺꦴꦩꦃꦲꦺꦥꦏ꧀ꦭꦶꦏ꧀
- Ukara Panjaluk / ꦲꦸꦏꦫꦥꦚ꧀ꦗꦭꦸꦏ꧀ (kalimat Permohonan). Tuladha : Tulung njupukna buku kuwi / ꦠꦸꦭꦸꦁꦗꦸꦥꦸꦏ꧀ꦤꦧꦸꦏꦸꦏꦸꦮꦶ
Peribahasa Jawa ꧊ꦥꦿꦶꦧꦱꦗꦮ꧊
Peribahasa Jawa merupakan suatu bentuk kearifan lokal budaya Jawa
yang filosofis. Di dalam peribahasa, terdapat makna mendalam dari sebuah
kalimat atau frasa, tidak sekadar dapat dipahami secara harfiah.
Contoh Paribasan (peribahasa) dan pepatah Jawa
- nyolong pethek = nggak cocok dgn apa ygdi harapkan.
- kepara kepere = tdk adil (berbagi).
- criwis cawis= banyak bicara tp cekatan dlm bekerja.
- keplok ora tombok = merasakan kesenangan tanpa keluar biaya.
- yitna yuwana,lena kena = yg hati2 akanselamat,yg ceroboh akan celaka.
- busuk ketekuk,pinter keblinger = yg pintar dan yg bodoh sama2 celaka.
- jalukan ora wewehan = mau minta tp tak mau memberi.
- welas tanpa alis= karena saking dermawannya jd sengsara sendiri (derma yg berlebihan tanpa mengukur kemampuan sendiri).
- kerot tanpa untu = kemauan banyak tapi tdk punya kekuatan.
- anakpolah bapa kepradah = orang tua yg slalu menuruti keinginan sang anak.
- Nabok nyilih tangan = menyuruh orang untuk mencelakai orang laen.
- suduk gunting tatu loro =mendapat kesedihan rangkap.
- ora ganja ora unus = orangnya jelek,kelakuannya jg jelek.
- nututi layangan pedhot =berusaha mengembalikan situasi yg sudah semrawut.
- idu di dilatmaneh = mengingkari janji sendiri.
- ngubak ubak banyu bening = membuat keonaran di tmpt yg damai.
- mban cindhe,mban siladan = pilih kasih (nggak adil).
- dudu berase di tempurake = memberi komentar tp di luar permasalan yg sedang di bahas.
- adol lenga kari busike = yg membagi justru gak kebagian jatah.
- ora mambu enthong irus= tidak kelihatan kalau bersaudara.
Purwakanthi ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶ꧊ (syair - pantun - kata bersajak)
Purwakanthi merupakan alunan bunyi yang sama pada beberapa kata dalam
sastra Jawa dan Sunda. Terdapat dua macam purwakanthi yaitu purwakanthi
swara dan purwakanthi sastra. Purwakanthi swara adalah persamaan bunyi,
sementara purwakanthi sastra adalah persamaan huruf.
Pitutur dan ungkapan-ungkapan Jawa umumnya disampaikan secara
ringkas, dengan padanan kata bersanjak yang pas sehingga terkesan indah
sekaligus mudah diingat.
Purwakanthi guru swara ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶꦒꦸꦫꦸꦱ꧀ꦮꦫ꧊
- Ana awan, ana pangan
- Ngalah nanging oleh
- Sing salah kudu seleh
- Becik ketitik ala ketara
- Sing weweh bakal pikoleh
- Adigang adigung adiguna
- Inggih-inggih ora kepanggih
- Ciri wanci lelai ginawa mati
- Desa mawa cara negara mawa tata
- Witing tresna jalaran seka kulina
- Giri lungsi, jalma tan kena ingina
- Yen menang, aja njur sewenang wenang
- Ana bungah, ana susah iku wis lumrah
- Sing gelem ngalah, bakal luhur wekasane
- Yen krasa enak, aja njur lali anak, lali bojo, lali kanca
Purwakanthi guru sastra ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶꦒꦸꦫꦸꦱꦱ꧀ꦠꦿ꧊
- Tata titi titig tatag, tanggung tertib
- Aja dhemen memada, dhateng saphadhaning dumadi
- Taberi nastiti lan ngati-ati, mesthi bakal dadi
- Wong jejodohan kudu ngelingi : babat,bibit,bobot,bebet
- Ruruh,rereh,ririh ing wewarihipun, mrih reseping para muyarsi
- Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karya, tut wuri handayani
- Tarti tata-tata, ate metu turut ratan, diutus tuku tahu tempe dhuwite kertas telung atus
- Tindak tanduk lan tutur kang kalantur, tamtu katula-tula katali, bakal kacatur,katutuh, kapatuh, pan dadi awon
- Sluman slumun slamet, salamun nyemplung kali plung, slulup slelep-slelep oleh slepi isi klobot, Njumbul bul klambine teles bles
- Kala kula kelas kalih, kula kilak kalo kalih kuli-kuli kula, kalo
kula kéli, kali kilén kula, kalo kula kampul-kampul, kula kelap kelip
kala-kala keling-keling
Tembang ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁ꧊, Gending dan Karawitan ꧊ꦒꦼꦤ꧀ꦢꦶꦁꦭꦤ꧀ꦏꦫꦮꦶꦠꦤ꧀
Dua sinden asing, Hiromikano dari Jepang dan Megan dari Amerika Serikat Hibur Warga Kendal.
Syair gending Jawa selalu terucap tembang-tembang yang di alunkan
pesinden/seniwati maupun penggerong pada sebuah musik karawitan. Syair
ini berbahasa Jawa dan bahasa Kawi yang unik dan mengandung pesan atau
nasihat untuk hidup yang damai sejahtera di dunia ini. Syair-syair tiap
gending berbeda-beda, mulai dair gending gedhe, ladrang, ketawang maupun
tembang dolanan. Masing-masing mengandung makna dan tersendiri yang
disampaikan penciptanya lewat syair tersebut.
Tembang gedhe ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦒꦼꦝꦺ꧊
Tembang gedhe jenisnya:
- Lebdajiwa
- Kusumawicitra
- Sudiradraka
- Basanta
- Manggalagita
- Sukarini
- Nagabanda
- Kusumastuti
- Merakng
- Tebukasol
- Banjaransari
- Tepikawuri
- Pamularsih
- Bremarakrasa
- Madayanti
- Sudirwicitra
- Madurenta
- Kuswarini
- Sarapada
- Candrakusuma
Tembang tengahan ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦠꦼꦔꦃꦲꦤ꧀
Tembang tengahan jenisnya :
- Balabak
- Wirangrong
- Juru Demung
- Kuswaraga
- Palugon
- Pangajabsih
- Pranasmara
- Sardulakawekas
- Sarimulat
- Rarabentrok
Tembang Macapat ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦩꦕꦥꦠ꧀
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Macapat
Tembang Macapat juga sering disebut sekar Macapat, sekar Alit, atau
sekar Dhagelan. Karsana H. Saputra dalam bukunya yang berjudul Sekar
Macapat menyebutkan, macapat adalah suatu bentuk puisi Jawa yang
menggunakan bahasa Jawa baru, diikat oleh persajakan yang meliputi guru
gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Jadi Sekar macapat atau tembang
macapat dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sekar (tembang) yang
menggunakan aturan guru wilangan dan guru lagu yang sudah ditentukan.
Masing-masing jenis tembang macapat memiliki jumlah gatra yang
berbeda-beda dan untuk membedakan jenis sekar macapat antara yang satu
dengan lainnya dapat dilihat dari jumlah gatra, guru lagu, dan guru
wilangan.
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait
macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra
mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada
bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Biasanya macapat diartikan
sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara
membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya
arti, karena pada prakteknya tidak semua tembang macapat bisa
dinyanyikan empat-empat suku kata.
[1]
Tembang macapat ada 11 ( sebelas ) :
- Maskumambang
- Pocung
- Gambuh
- Megatruh
- Mijil
- Kinanthi
- Asmaradana
- Durma
- Pangkur
- Sinom
- Dhandhanggula
Tembang macapat itu terdiri dari Guru Gatra, Guru wilangan, guru
lagu, dan watak. Guru gatra adalah jumlah baris dalam tembang macapat.
Guru wilangan adalah jumlah suku kata dalam tembang macapat. Guru lagu
adalah jatuhnya suara diakhir baris tembang macapat.
Serat ꧊ꦱꦼꦫꦠ꧀
- Serat berisi tentang ajaran atau Piwulang dan pitutur kearah kebaikan dan kebajikan.
- Didalam serat berisi tuntunan agung yang dapat dijadikan seabagai pedoman dan suri tauladan bagi manusia.
- Serat menganduing makna moralitas yang berkenaan dengan dengan etika hidup.
Contoh Serat
- Serat Sastra Ganding diciptakan oleh Kanjeng Sultan Agung.
- Serat Wulangreh merupakan karya sastra berbentuk tembang hasil buah karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV.
- Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa baru yang secara formal dinyatakan ditulis oleh Magkunegara IV.
- Serat Wulang Estri merupakan karya sastra kelanjutan dari ajaran
Paku Buwana IV yang ditujukan bagi putrinya, yaitu berupa ajaran berumah
tangga.
- Serat Wedaraga merupakan salah satu karya sastra berbentuk tembang macapat karangan R. Ng. Ranggawarsita.
- Serat Nitisastra karya Raden Ngabehi Yasadipura II.
Babad ꧊ꦧꦧꦢ꧀
Babad Giyanti
- Babad berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah, kerajaan maupun tokoh besar (historis)
- Babad bersifat lokal yang ditulis dengan cara pandang tradisional,
sehingga sering dibumbui dengan berbagai hal yang bersifat pralogis atau
bahkan bersifat fiktif dan simbolik.
- Babad bersifat istana centris karena pada umumnya ditulis pada
lingkungan kraton dengan raja selaku penguasa daerah yang bersangkutan ,
atau lingkungn bangsawan yang lebih kecil.
- Pada umumnya babad ditulis dengan tujuan: (a) mencatat segala
peristiwa, kejadian, atau pengalaman yang pernah terjadi pada masa
lampau. (b) untuk menjadi teladan yang baik agar dapat diambil
manfaatnya. (c) untuk memperkuat sakti raja.(Sedyawati, ed. 2001: 267)
- Babad bersifat subjektif karena kebanyakan penulisnya berasal dari
latar belakang, kecenderunga, dan pendiriannya yang ditentukan oleh
pengalaman, situasi, dan kondisi hidupnya pada sebagai manusia sosial
budaya pada masa dan masyarakat tertentu (Teeuw, 1988)
- Babad bersifat fragmentatif artinya bahwa fakta-fakta yang ditampilkan dalam babad tidaklah lengkap.
- Babad menekankan pada pengagungan leluhur maupun raja, yang
menekankan pada pengukuhan legitimasi sebagai catatan sejarah bagi
kepentingan penguasa dan keturunanya.
- Babad bersifat sugestif artinya bahwa babad dapat mempengaruhi pandangan seseorang.
Contoh Babad
- Babad Giyanti
- Babad kartasura
- Babad Sengkala
- Babad Surapati
- Babad Damarwulan
- Babad demak
Suluk ꧊ꦱꦸꦭꦸꦏ꧀
Pada tahun 1898, pengangkatan Ratu Wilhelmina di Belanda cukup menyita
perhatian masyarakat. Sebuah buku bahkan dicetak di Semarang untuk
memperingati kejadian tersebut. Dengan bahasa dan aksara Jawa, halaman
depan buku tersebut berbunyi: "Sri Makutho, merayakan Keluarga Kerajaan
kami dan Pengangkatan Ratu Nederland Wilhelmina"
- Suluk kental dengan ajaran agama islam.
- Suluk sering kali dihubungkan dengan ajaran-ajaran tasawuf yang
kemudian dimaknai dengn pengembaraan atau perjalanan dalam rangk mencari
makna hidup.
- Suluk sering dianalogikan dengan kata ‘yen sinusul muluk’ yang
berarti kalau dikejar semakin membumbung tinggi. Maksutnya, keilmuan
suluk, bila semakin dipikirkan akan semakin jauh untuk dijangkau pikiran
atau logika awam.
- Permasalahan yang sering diangkat dalam suluk berhubungan erat
dengan hal-hal ghaib yakni hal-hal supranatural yang yang hubungannya
dengan Tuhan dan kehidupan manusia.
- Suluk memiliki struktur yang tidak mudah difahami maknanya atau
relatif membingungkan, terutama bagi yang tidak bisa menggelutinya.
- Sastra suluk umumnya ditulis dalam bentuk tembang (macapat) namun juga ada yang berbentuk prosa.
Contoh suluk:
- Suluk Seh Takawardi
- Suluk Malang Sumirang
- Suluk Wujil
Sastra Jawa ꧊ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦗꦮ꧊
Sejarah Sastra Jawa dimulai dengan sebuah prasasti yang ditemukan di
daerah Sukabumi (Sukobumi), Pare, Kediri Jawa Timur. Prasasti yang biasa
disebut dengan nama Prasasti Sukabumi ini bertarikh 25 Maret tahun 804
Masehi. Isinya ditulis dalam bahasa Jawa Kuna.
Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari tahun 856 M
yang berisikan sebuah sajak yang disebut kakawin. Kakawin yang tidak
lengkap ini adalah sajak tertua dalam bahasa Jawa (Kuna).
Sastra Jawa dibagi dalam empat masa:
Sastra Jawa Kuno ꧊ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦗꦮꦏꦸꦤ꧊
Sastra Jawa Kuno atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa Kuna
meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada periode
kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi, dimulai
dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk
prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Karya-karya ini mencakup genre
seperti sajak wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan
kitab-kitab keagamaan. Sastra Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk
manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang memuat teks Jawa Kuno
jumlahnya sampai ribuan sementara prasasti-prasasti ada puluhan dan
bahkan ratusan jumlahnya. Meski di sini harus diberi catatan bahwa tidak
semua prasasti memuat teks kesusastraan.
Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini
termasuk Candakarana, Kakawin Ramayana dan terjemahan Mahabharata dalam
bahasa Jawa Kuno.
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa
- Candakarana
- Sang Hyang Kamahayanikan
- Brahmandapurana
- Agastyaparwa
- Uttarakanda
- Adiparwa
- Sabhaparwa
- Wirataparwa, 996
- Udyogaparwa
- Bhismaparwa
- Asramawasanaparwa
- Mosalaparwa
- Prasthanikaparwa
- Swargarohanaparwa
- Kunjarakarna
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)
- Kakawin Tertua Jawa, 856
- Kakawin Ramayana ~ 870
- Kakawin Arjunawiwaha, Empu Kanwa, ~ 1030
- Kakawin Kresnayana
- Kakawin Sumanasantaka
- Kakawin Smaradahana
- Kakawin Bhomakawya
- Kakawin Bharatayuddha, Empu Sedah dan Empu Panuluh, 1157
- Kakawin Hariwangsa
- Kakawin Gatotkacasraya
- Kakawin Wrettasañcaya
- Kakawin Wrettayana
- Kakawin Brahmandapurana
- Kakawin Kunjarakarna, Empu Dusun
- Kakawin Nagarakretagama, Empu Prapanca, 1365
- Kakawin Arjunawijaya, Empu Tantular
- Kakawin Sutasoma, Empu Tantular
- Kakawin Siwaratrikalpa, Kakawin Lubdhaka
- Kakawin Parthayajna
- Kakawin Nitisastra
- Kakawin Nirarthaprakreta
- Kakawin Dharmasunya
- Kakawin Harisraya
- Kakawin Banawa Sekar Tanakung
Petikan dari Kakawin Sutasoma
Di bawah ini diberikan beberapa contoh petikan dari kakawin ini bersama dengan terjemahannya. Yang diberikan contohnya adalah
manggala, penutup dan sebuah petikan penting.
Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa Kuna.
Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin ini menjadi
motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab
kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran
Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi
antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini
digubah oleh Empu Tantular pada abad ke-14.
Manggala
Pada
Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala ini
memuja Sri Bajrajñana yang merupakan intisari kasunyatan.Jika beliau
menampakkan dirinya, maka hal ini keluar dalam samadi sang Boddhacitta
dan bersemayam di dalam benak. Lalu beberapa
yuga
disebut di mana Brahma, Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang
datanglah Kaliyuga di mana sang Buddha datang ke dunia untuk
membinasakan kekuasaan jahat.
Manggala |
Terjemahan |
1 a. Çrî Bajrajñâna çûnyâtmaka parama sirânindya ring rat wiçes.a |
1 a. Sri Bajrajñana, manifestasi sempurna Kasunyatan adalah yang utama di dunia. |
1 b. lîlâ çuddha pratis.t.hêng hredaya jaya-jayângken mahâswargaloka |
1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya bagai kahyangan agung. |
1 c. ekacchattrêng çarîrânghuripi sahananing bhur bhuwah swah prakîrn.a |
1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi kehidupan
kepada tri buwana – bumi, langit dan sorga – seru sekalian alam. |
1 d. sâks.ât candrârka pûrn.âdbhuta ri wijilira n sangka ring Boddhacitta |
1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar dari batin orang yang telah sadar. |
2 a. Singgih yan siddhayogîçwara wekasira sang sâtmya lâwan bhat.âra |
2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan, memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil. |
2 b. Sarwajñâmûrti çûnyâganal alit inucap mus.t.ining dharmatattwa |
2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang khusyuk. |
2 c. Sangsipta n pèt wulik ring hati sira sekung ing yoga lâwan samâdhi |
2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh. |
2 d. Byakta lwir bhrântacittângrasa riwa-riwaning nirmalâcintyarûpa |
2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan. |
3 a. Ndah yêka n mangkana ng çânti kineñep i tutur sang huwus siddhayogi |
3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi sempurna. |
3 b. Pûjan ring jñâna çuddhâprimita çaran.âning miket langwa-langwan |
3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah. |
3 c. Dûrâ ngwang siddhakawyângitung ahiwang apan tan wruh ing çâstra mâtra |
3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab tiada tahu akan tatacara bersastra. |
3 d. Nghing kêwran déning ambek raga-ragan i manah sang kawîrâja çobha |
3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran akan sebuah penyair sempurna di ibukota. |
4 a. Pûrwaprastâwaning parwaracana ginelar sangka ring Boddhakâwya |
4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan dari kisah-kisah sang Buddha. |
4 b. Ngûni dwâpâra ring treat kretayuga sirang sarwadharmânggaraks.a |
4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga, beliau merupakan perwujudan segala bentuk dharma. |
4 c. Tan lèn hyang Brahma Wis.n.wîçwara sira matemah bhûpati martyaloka |
4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa. Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana). |
4 d. Mangké n prâpta ng kali çrî Jinapati manurun matyana ng kâla murkha |
4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan. |
Penutup
Pupuh penutup adalah pupuh nomor 148.
Epilog |
Terjemahan |
1 a. Nâhan tântyanikang kathâtiçaya Boddhacarita ng iniket |
1 a. Maka inilah akhir dari sebuah cerita indah dan digubah dari kisah sang Buddha. |
1 b. Dé sang kawy aparab mpu Tantular amarn.a kakawin alangö |
1 b. Oleh seorang penyair bernama Empu Tantular yang menggubah kakawin indah. |
1 c. Khyâtîng rat Purus.âdaçânta pangaranya katuturakena |
1 c. Termasyhur di dunia dengan nama Purusadasanta (pasifikasi raja Purusada). |
1 d. Dîrghâyuh sira sang rumengwa tuwi sang mamaca manulisa |
1 d. Semoga semua yang mendengarkan, membaca dan menyalin akan panjang umurnya. |
2 a. Bhras.t.a ng durjana çûnyakâya kumeter mawedi giri-girin |
2 a. Hancur lebur para durjana, tak berdaya, gemetar, takut karena ngeri. |
2 b. Dé çrî râjasa raja bhûpati sang angd.iri ratu ri Jawa |
2 b. Oleh Sri Rajasa yang bertakhta di Jawa. |
2 c. Çuddhâmbek sang aséwa tan salah ulah sawarahira tinut |
2 c. Para abdinya berhati murni dan melaksanakan segala perintahnya tanpa salah. |
2 d. Sök wîrâdhika mêwwu yêka magawé resaning ari teka |
2 d. Sungguh banyak para pahlawan unggul, jumlahnya ada ribuan yang memberikan rasa takut kepada para musuh. |
3 a. Ramya ng sâgara parwatêki sakapunpunan i sira lengeng |
3 a. Indahlah laut dan gunung di bawah penguasaannya. |
3 b. Mwang tang râjya ri Wilwatikta pakarâjyanira n anupama |
3 b. Dan ibukota Wilwatikta (= Majapahit) sungguh indah di luar bayangan. |
3 c. Kîrn.êkang kawi gîta lambing atuhânwam umarek i haji |
3 c. Banyaklah jumlah para penyair, tua dan muda yang menggubah nyanyian dan kakawin yang menghadap sang ratu. |
3 d. Lwir sang hyang çaçi rakwa pûrn.a pangapusnira n anuluhi rat |
3 d. Bagaikan Dewa Candra kekuasaannya menyinari dunia. |
4 a. Bhéda mwang damel I nghulun kadi patangga n umiber i lemah |
4 a. Berbeda dengan karyaku bagaikan gajah yang terbang di atas tanah. |
4 b. Ndan dûra n mad.anêka pan wwang atimûd.ha kumawih alangö |
4 b. Mustahillah menyamai karena orang bodoh yang seolah-olah menulis kakawin indah. |
4 c. Lwir bhrân.tâgati dharma ring kawi turung wruh ing aji sakathâ |
4 c. Seperti seseorang yang bingung mengenai kewajiban seorang penyair tidak mengenal peraturan bersyair. |
4 d. Nghing sang çrî Ran.amanggalêki sira sang titir anganumata. |
4 d. Namun Sri Ranamanggala juga yang menjadi panutanku. |
Kutipan ini berasal dari
pupuh 139,
bait 5. Lengkapnya ialah:
Jawa Kuna |
Alih bahasa |
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, |
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. |
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, |
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? |
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, |
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal |
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa. |
Berbeda-beda tetapi tetap satu,, tidak ada kebenaran yang mendua. |
Petikan dari Kakawin Bharatayuddha dalam budaya Jawa Baru
Kakawin ini menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa, yang disebut peperangan Bharatayuddha.
Kakawin ini digubah oleh dua orang, yaitu: Empu Sedah dan Empu
Panuluh. Bagian permulaan sampai tampilnya prabu Salya ke medan perang
adalah karya Empu Sedah, selanjutnya adalah karya Empu Panuluh.
Kakawin Bharatayuddha adalah salah satu dari beberapa dari karya
sastra Jawa Kuna yang tetap dikenal pada masa Islam. Dalam pertunjukan
wayang, beberapa bagian dari Bharatayuddha dinyanyikan sebagai bagian dari nyanyian
suluk, bahkan juga dalam pertunjukan wayang yang bernafaskan
Islam, misalkan cerita wayang
Menak
Petikan dari Kakawin Arjunawiwāha
Dua lembaran lontar kakawin Arjunawiwāha.
Kakawin Arjunawiwāha (Jawa:
ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦄꦂꦗꦸꦤꦮꦶꦮꦲ)
adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini
ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang
memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi.
Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Manggala
Kakawin Arjunawiwaha memiliki sebuah
manggala. Berikut adalah
manggala beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Manggala |
Terjemahan |
1. Ambek sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakèng śūnyatā, |
Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi segalanya karena menghayati Kehampaan[3], |
Tan sangkèng wiṣaya prayojñananira lwir sanggrahèng lokika, |
Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi, |
Siddhāning yaśawīrya donira sukhāning rāt kininkinira, |
Sempurnanya jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan alam semesta diperihatinkannya. |
santoṣâheletan kelir sira sakèng sang hyang Jagatkāraṇa. |
Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari Sang Penjadi Dunia. |
2. Us.n.is.angkwi lebûni pâdukanirâ sang hyang Jagatkâran.a |
Hiasan kepalaku merupakan debu pada alas kaki beliau Sang Hyang Penjadi Dunia |
Manggeh manggalaning miket kawijayan sang Pârtha ring kahyangan |
Terdapatkan pada manggala dalam menggubahkan kemenangan sang Arjuna di kahyangan |
Prasasti Nusantara
Prasasti Ngadoman ditemukan di desa Ngadoman, dekat Salatiga, Jawa Tengah.
Prasasti Nusantara adalah prasasti yang berasal dari wilayah
Nusantara. Prasasti-prasasti ini ditulis dalam aksara serta
bahasa-bahasa asli Nusantara dan bahasa-bahasa asing, seperti bahasa
Sanskerta. Di bawah ini disajikan daftar seleksi beberapa prasasti
Nusantara Jawa yang penting atau menarik. Semua tahun yang disebut di
bawah ini adalah tahun Masehi.
Prasasti-prasasti berikut berbahasa Jawa, baik Jawa Kuna (Kawi) maupun Baru.
- Prasasti Plumpungan, Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah, 24 Juli 750
- Prasasti Sukabumi, Sukabumi, Pare, Kediri, Jawa Timur, 25 Maret 804
- Prasasti Kayumwungan, Karangtengah, Temanggung, Jawa Tengah (dwibahasa), 824
- Prasasti Siwagrha (Prasasti kakawin tertua Jawa), 856
- Prasasti Taji, 901
- Prasasti Mantyasih, Desa Meteseh, Magelang Utara, Jawa Tengah, 11 April 907
- Prasasti Rukam, 907
- Prasasti Wanua Tengah III, 908
- Prasasti Wurudu Kidul, tanpa tahun, ~ 922
- Prasasti Mula Malurung, Kediri, 1255[4]
- Prasasti Sarwadharma, pemerintahan Kertanegara, 1269
- Prasasti Sapi Kerep, Desa Sapi Kerep, Sukapura, Probolinggo, 1275[4]
- Prasasti Singhasari 1351, Singosari, Malang, Jawa Timur, 1351
- Prasasti Ngadoman, Ngadoman (Salatiga), Jawa Tengah, 1450
- Prasasti Pakubuwana X, Surakarta, Jawa Tengah, 1938
Bentuk tingkat tutur bahasa Jawa
Menurut bentuknya, secara garis besar tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 5 tingkatan,
- basa ngoko,
- basa madya,
- basa krama,
- basa kedaton atau bagongan, dan
- basa kasar.
Kelima tingkat tutur tersebut secara rinci semuanya dibagi menjadi 13 tingkat, yaitu:
- ngoko lugu,
- ngoko andhap antya basa,
- ngoko andhap basa antya,
- madyo ngoko,
- madyatara,
- madyakrama,
- mudokrama,
- kramantara,
- wredakrama,
- krama inggil
- krama deso,
- basa kedaton atau bagongan, dan
- basa kasar.
Makna tingkat tutur
Sebetulnya bila diringkas bahasa Jawa sehari-hari ada 3 tataran,
- Krama (halus),
- Madya (biasa),
- Ngoko (pergaulan), atau basa kasar.
Register (undhak-undhuk basa)
Bahasa Jawa mengenal
undhak-undhuk basa dan menjadi bagian
integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa.
Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa
bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal ini karena beberapa bahasa
Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan
bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik,
undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.
Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu
ngoko ("kasar"),
madya ("biasa"), dan
krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (
ngajengake,
honorific) dan "perendahan" (
ngasorake,
humilific).
Seseorang dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat tergantung
status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh
usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap
dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika
bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama
inggil. Sistem semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta,
dan Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib
berbahasa semacam ini.
Sebagai tambahan, terdapat bentuk
bagongan dan
kedhaton,
yang keduanya hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di lingkungan
keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu, ngoko
andhap, madhya, madhyantara, krama, krama inggil, bagongan, kedhaton.
Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-beda ini.
- Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
- Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
- Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
- Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?” (ini krama desa (substandar))
- Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku,
teng pundi?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
- Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas
Budi punika, wonten pundi?” (dalem itu sebenarnya pronomina persona
kedua, kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama
yang salah alias krama desa)
- Krama lugu: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
- Krama alus “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
*nèng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ana ing yang disingkat menjadi (a)nêng.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang
secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status
sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan.
Walaupun demikian, tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya
register itu. Biasanya mereka hanya mengenal
ngoko (kasar) dan sejenis
madya (biasa).
Ngoko
-
Ngoko adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa. Bahasa
ini paling umum dipakai di kalangan orang Jawa. Pemakaiannya dihindari
untuk berbicara dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua.
Tingkat tutur ngoko yaitu ungah ungguh bahasa jawa yang berintikan
leksikon ngoko. Ciri-ciri katanya terdapat afiks di-,-e dan –ake. Ragam
ngoko dapat digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang
merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara
(mitra wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu ngoko
lugu dan ngoko alus (Sasangka 2004:95).
Krama
-
Krama adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa. Bahasa
ini paling umum dipakai di kalangan orang Jawa. Pemakaiannya sangat baik
untuk berbicara dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua.
Yang dimaksud dengan ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa
Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di
dalam ragam krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks
yang muncul dalam ragam ini pun semuanya berbentuk krama (misalnya,
afiks dipun-, -ipun, dan –aken). Ragam krama digunakan oleh mereka yang
belum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih rendah status
sosialnya daripada lawan bicara. Ragam krama mempunyai tiga bentuk
varian, yaitu krama lugu, karma andhap dan krama alus (Sasangka
2004:104).
Madya
Madya adalah salah satu tingkatan bahasa Jawa yang paling umum
dipakai di kalangan orang Jawa. Tingkatan ini merupakan bahasa campuran
antara ngoko dan krama, bahkan kadang dipengaruhi dengan bahasa
Indonesia. Bahasa madya ini mudah dipahami dan dimengerti.
Variasi
Bahasa Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara
sampai sekarang, baik karena dituturkan maupun melalui dokumentasi
tertulis. Dialek geografi, dialek temporal serta register dalam bahasa
Jawa sangat kaya sehingga seringkali menyulitkan orang yang
mempelajarinya.
Dialek geografi
Klasifikasi berdasarkan dialek geografi mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck (1964)
[5]. Peneliti lain seperti W.J.S. Poerwadarminta dan Hatley memiliki pendapat yang berbeda.
[butuh rujukan]
- Kelompok Barat
- dialek Banten
- dialek Cirebon. Menurut hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode Guiter, bahasa Cirebonan memiliki perbedaan sekitar 75% dengan bahasa Jawa Yogyakarta / Surakarta.[6]
- dialek Tegal
- dialek Banyumasan
- dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)
- Kelompok Tengah
- dialek Pekalongan
- dialek Kedu
- dialek Bagelen
- dialek Semarang
- dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
- dialek Blora
- dialek Mataram (dialek Surakarta dan dialek Yogyakarta)
- dialek Madiun
Kelompok kedua ini dikenal sebagai bahasa Jawa Tengahan atau
Mataraman. Dialek Surakarta dan Yogyakarta menjadi acuan baku bagi
pemakaian resmi bahasa Jawa (bahasa Jawa Baku).
- Kelompok Timur
- dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
- dialek Surabaya
- dialek Malang
- dialek Jombang
- dialek Tengger
- dialek Banyuwangi
Kelompok ketiga ini dikenal sebagai bahasa Jawa Wetanan (Timur).
Selain dialek-dialek di tanah asal, dikenal pula dialek-dialek yang
dituturkan oleh orang Jawa diaspora, seperti di Sumatera Utara, Lampung,
Suriname, Kaledonia Baru, dan Curaçao.
Dialek temporal
Berdasarkan dokumentasi tertulis, bahasa Jawa paling tidak memiliki dua variasi temporal, yaitu
bahasa Jawa Kuna
dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Kuna sering kali disamakan sebagai
bahasa Kawi, meskipun sebenarnya bahasa Kawi lebih merupakan
genre bahasa susastra yang diturunkan dari bahasa Jawa Kuna.
Bahasa Jawa Kuna dikenal dari berbagai
prasasti serta berbagai "
kakawin" yang berasal dari periode
Medang atau Mataram Hindu sampai surutnya pengaruh
Majapahit (abad ke-8 sampai abad ke-15).
Bahasa Jawa Modern adalah bahasa dikenal dari literatur semenjak
periode Kesultanan Demak (abad ke-16) sampai sekarang. Ciri yang paling
khas adalah masuknya kata-kata dari
bahasa Arab,
Portugis,
Belanda, dan juga
Inggris.
Pranatacara
Pranatacara atau sering disebut pambyawara, pranata adicara, pranata
titilaksana atau pranata laksitaning adicara adalah salah satu jenis
pekerjaan yang berhubungan dengan suatu pertemuan atau acara dalam
masyarakat Jawa. Pranatacara dalam bahasa Indonesia disebut pewara.
Pranatacara merupakan pembawa acara dalam upacara adat Jawa seperti
pernikahan (temanten), kematian (kesripahan), pertemuan (pepanggihan),
perjamuan (pasamuan), pengajian (pengaosan), pentas, dan sebagainya.
Pranatacara merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus
karena orang yang melakukan pekerjaan tersebut biasanya memahami dengan
benar susunan suatu acara dengan menggunakan bahasa Jawa krama Inggil.
Pranatacara lebih sering dihubungkan dengan upacara adat pengantin Jawa.
Wayang Kulit
Pagelaran wayang kulit oleh
dalang terkemuka di Indonesia, Ki Manteb Sudharsono.
Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling
menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi
seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis,
seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus
berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah,
pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama,
pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa,
tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh
para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil
penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang
termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat
erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia,
khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan,
yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan
Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis
pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa
lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang
dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain
adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian
besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang
pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah
sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali
tidak diimpor dari negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada
zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni
ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra
yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga
Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana
Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah
Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan
pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi
hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi
menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa
kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang
merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang
lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda
Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan
pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada
sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat
pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawayang" dan
`aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Dalang
Dalang adalah pemimpin, pengarah, sutradara dan dirijen dari suatu
pertunjukkan wayang. Kecuali pertunjukkan Wayang Orang dan Wayang
Topeng, Dalang harus memainkan seluruh gerak peraga tokoh wayang yang
dimainkannya. Ia juga member ipengarahan pada para penabuh gamelan,
pesinden dan wiraswara. Pengarahan itu dilakukan dengan berbagai isyarat
yang dipahami oleh anak buahnya.
Dalam pelajaran pedalangan Wayang Kulit Purwa ada delapan pasyarat yang harus dimiliki oleh seorang dalang, yakni :
- Parama Sastra, seorang dalang harus kaya akan perbendaharaan kata, ahli dalam tata bahasa, terutama bahasa lisan.
- Parameng Kawi, seorang dalang harus memahami arti kata-kata dan istilah bahasa Kawi dan bahasa Jawa Kuno.
- Mardi Basa, Dalang yang baik harus pandai memainkan atau mengolah
kata-kata yang digunakan, sehingga penceritaannya lebih meikat perhatian
penonton, lebih dapat membawakan suasana cerita.
- Mardawa lagu, artinya dalang harus menguasai berbagai tembang, gending dan seni karawitan.
- Mandra Guna, seorang dalang harus menguasai berbagai keterampilan
dalam seni pedalangan. Ada juga yang mengartikan dalang yang harus
memiliki kelebihan batiniah dan sugesti diri yang kuat, sehingga dapat
menguasai dan mengendalikan emosi penonton.
- Hawicarita, Dalang harus seorang yang mempunyai kemampuan bercerita,
kemahiran untuk membawakan cerita secara runtut dan memikat. Tidak ada
bagian cerita yang terlupa.
- Nawung Krida, dalang harus mengerti dasar-dasar ilmu psikologi,
memahami karakter semua tokoh wayang dan kaitannya dengan karakter
manusia.
- Sambegana, dalang harus mempunyai ingatan kua terhadap semua lakon wayang dan tahu benar urutan scenario ceritanya.
Ketoprak
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Ketoprak
Pementasan Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di
daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat
ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan
kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan
kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak. Pada mulanya
ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri
dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan.
Dalam perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat yang lengkap.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat
memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian,
meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah
unggah- ungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat
bahasa yang digunakan, yaitu:
- Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
- Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
- Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)
Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja
penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena
itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang
halus dan spesifik.
Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa
Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam.
Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula
diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil
dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata.
Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi
pertunjukan wayang orang.
Kesenian yang dalam penyajian atau pementasannya menggunakan bahasa
Jawa ini memiliki cerita yang beragam dan menarik. Mirip dengan teater,
pertunjukan ini diisi dengan dialog-dialog yang membawa penonton
merasakan atmosfir “dunia” Jawa pada masa Raja-Raja berkuasa.
Wayang orang
Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa)
adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh
dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan
Hamangkurat I pada tahun 1731.
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu
pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong
adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit
yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap
dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan
tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang
orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Lahirnya Wayang
Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang.
Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit
-hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh
para pemainnya sendiri.
Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik.
Pada dasarnya, cerita atau peran yang ditampilkan dalam pertunjukan
wayang orang tidak berbeda dengan wayang kulit. Biasanya lakon yang
dibawakan adalah lakon dalam cerita epik seperti Mahabrata dan Ramayana.
Bedanya jika dalam wayang kulit peran itu ditampilkan dalam sosok
wayang, maka dalam wayang orang lakon atau peran semacam itu dibawakan
oleh orang atau wong dalam bahasa jawa.
Tugas dalang wayang wong tidak jauh berbeda dengan dalang wayang
kulit. Namun tugas dayang wong lebih ringan karena para pelakon
melakukan percakapan sendiri. Dalang wayang wong hanya menyampaikan
sedikit narasi baik ketika membuka pertunjukan, di tengah pertunjukan
atau di akhir pertunjukan.
Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional,
karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain).
Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam
pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak
berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti
pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti
dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar
penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan
layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian semua
ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain memakai
topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan atau tangan
untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain
harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang.
Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak
mengucapkan dialog.
Ludruk
Kartolo, salah seorang pemain ludruk terkenal.
Tari Remo, diperagakan sebagai pembuka pementasan Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di
daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya
ludruk menyebar ke daerah-daerah sebelah barat seperti karesidenan
Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa
Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi
bahasa Jawa setempat. Peralatan musik daerah yang digunakan, ialah
kendang, cimplung, jidor dan gambang dan sering ditambah tergantung pada
kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut. Dan lagu-lagu (gending)
yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah,
Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan
oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya
hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria
(randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita
tidak diperkenankan muncul di depan umum.
Kesenian ludruk ini sendiri sebenarnya adalah sebuah pertunjukan
drama tradisional yang pada awalnya ada di Jawa Timur dengan menggunakan
bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya. Ludruk hanya ditampilkan di
dalam sebuah panggung oleh grup kesenian ludruk sendiri.
Cerita yang dijadikan tema di dalam pementasan ludruk ini adalah
cerita mengenai kehidupan rakyat dan keseharian mereka. Ada pula tema
tentang perjuangan kehidupan. Yang menjadi ciri khas dalam pertunjukan
ludruk ini adalah mengeksploitasi tentang humor yang dalam bahasa jawa
dikenal dengan guyonan dan lawakan.
Karena cerita yang dibawakan merupakan cerita sehari-hari, yang dekat
dengan kehidupan masyarakat, ludruk pun digemari oleh semua kalangan
masyarakat. Selain itu, walau menggunakan bahasa Jawa Timur, guyonan
yang dilontarkan para pemain ludruk pun dapat dimengerti oleh orang dari
luar Jawa Timur. Ini dikarenakan para pemain tidak hanya mengandalkan
guyonan dalam bentuk perbincangan, tapi juga dalam gerak.
Primbon Jawa
Primbon adalah pengetahuan Jawa yang berusia ratusan tahun, dan kini
masih lazim digunakan dalam masyarakat Jawa. Primbon merupakan sistem
perhitungan atau ramalan berkaitan dengan aktivitas orang Jawa. Primbon
sedikitnya membicarakan tentang perhitungan berkaitan dengan baik
buruknya waktu kegiatan (upacara perkawinan, mendirikan rumah, menempati
rumah, dan sebagainya), ramalan watak manusia dan hewan berdasarkan
ciri-ciri fisiknya, ramalan yang bersifat gaib (misal, mimpi dan
kedutan), serta perhitungan mengenai tempat tinggal.
Inti pesan dari primbon adalah agar kita senantiasa bersikap peka dan waspada.
Gugon tuhon
Gugon tuhon berada di tengah masyarakat Jawa disebut pepali atau
larangan atau pamali atau pantangan. Gugon tuhon ini tergolong
kepercayaan yang sudah ada dari jaman dahulu.
Gugon tuhon adalah solusi terpercaya untuk beberapa masalah atau yang
tidak ditemukan dalam akal sehat. Terhadap dengan beberapa orang-orang
yang selalu rasa merasa sedih bahwa dia tidak bisa mempersiapkn atau
mengantisipasi sesuatu yang dianggap berbahaya di kemudian hari.
Pantangan adalah hal yang dilarang untuk dilakukan karena akan
mengakibatkan sesuatu buruk akan terjadi. Biasanya pantangan ini hanya
terjadi pada orang Indonesia terutama orang Jawa yang banyak mempercayai
hal-hal yang ghaib. Namun pantangan yang disebutkan ini merupakan
pantangan yang unik dan aneh dan hanya dilakukan oleh orang Indonesia
yang mempengaruhinya.
“Gugon tuhon” adalah mengikuti dengan setia dan “tanpa reserve”,
pokoknya ikut. Pada umumnya nasihat dalam “gugon tuhon” bersifat
“wewaler” atau larangan. Rumusnya adalah: “Jangan melakukan .... nanti
akan ..... “.
Wewaler untuk makanan bisa baik bisa buruk pengaruhnya. Kalau anak
dilarang makanan yang justru zat bergizi, akan berpengaruh buruk untuk
tumbuh-kembangnya. Sebaliknya andaikan ada gugon tuhon bahwa orang darah
tinggi dilarang merokok, akan bagus untuk membantu menurunkan tekanan
darahnya. Sayang tidak ada gugon tuhon yang seperti itu.
Gugon tuhon ada yang menyembunyikan nasihat sayangnya tidak diberi
penjelasan. Umumnya terkait dengan perilaku manusia. Gugon tuhon ini
sebenarnya baik. Hanya saja di jaman modern ini semestinya dijelaskan
reasoningnya apa. Jangan sekedar “ora ilok” atau akan ditelan buaya, dan
sebagainya.
Ada gugon tuhon terhadap terjadinya suatu penyakit. Misalnya suatu
penyakit dikatakan akibat kutukan, padahal sebenarnya penyakit menular.
Dengan penemuan “mikroskop” banyak yang dapat diluruskan, misalnya
penyebab kolera yang dikatakan “lelembut” atau penyebab kusta dan TB
Paru yang dikatakan sebagai kutukan. Ada pula gugon tuhon untuk
tempat-tempat yang dianggap keramat, karena dipercaya orang banyak, kita
pun jadi takut.
Mantra jawa
Mantra adalah perkataan atau ucapan yang mampu untuk mendatangkan
daya gaib, menyembuhkan, mendatangkan celaka dan sebagainya. Susunan
kata berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib ini biasanya
diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang
lain. Mantra juga dapat disamakan dengan doa.
Dalam tradisi Jawa, mantra disebut pula dengan japa, japa mantra,
kemad, peled, aji-aji, rajah, donga, sidikara yang semuanya dianggap
mempunya daya kekuatan gaib. Mantra jika dibaca dengan bersuara disebut
di-mel-kan dan kalau hanya dibaca dalam hati disebut matek mantra atau
matek aji.
Wujud mantra ada beberapa macam di antaranya: (1) Mantra dalam wujud
kata-kata/puisi lisan yang dibaca dalam batin disebut japa mantra,
aji-aji dan rapal. (2). Mantra dalam wujud tulisan misalnya tertulis
pada kain, kertas, kulit disebut rajah. (3). Mantra yang ditanam pada
benda disebut jimat, aji-aji.
[2]
Pegon
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Pegon
Huruf Pegon adalah huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan
bahasa Jawa juga Bahasa Sunda. Kata Pegon konon berasal dari bahasa Jawa
pégo yang berarti menyimpang. Sebab bahasa Jawa yang ditulis dalam
huruf Arab dianggap sesuatu yang tidak lazim.
Berbeda dengan huruf Jawi, yang ditulis gundul, pegon hampir selalu
dibubuhi tanda vokal. Jika tidak, maka tidak disebut pegon lagi
melainkan Gundhil. Bahasa Jawa memiliki kosakata vokal (aksara swara)
yang lebih banyak daripada bahasa Melayu sehingga vokal perlu ditulis
untuk menghindari kerancuan.
Abjad Jawi
Abjad Jawi (Bahasa Arab: جوي Jăwi) (atau Yawi di daerah Patani,
Gundhil di daerah Jawa disamping Pegon, Jawoe di daerah Aceh) adalah
abjad Arab yang diubah untuk menuliskan Bahasa Melayu. Abjad ini
digunakan sebagai salah satu dari tulisan resmi di Brunei, dan juga di
Malaysia, Indonesia, Patani dan Singapura untuk keperluan religius.
Kemunculannya berkait secara langsung dengan kedatangan agama Islam
ke Nusantara. Abjad ini didasarkan pada abjad Arab dan digunakan untuk
menuliskan ucapan Melayu. Dengan demikian, tidak terhindarkan adanya
tambahan atau modifikasi beberapa huruf untuk mengakomodasi bunyi yang
tidak ada dalam bahasa Arab (misalnya ucapan /o/, /p/, atau /ŋ/).
Bukti terawal tulisan Jawi ini berada di Malaysia dengan adanya
Prasasti Terengganu yang bertarikh 702 Hijriah atau abad ke-14 Masehi
(Tarikh ini agak problematis sebab bilangan tahun ini ditulis, tidak
dengan angka). Di sini hanya bisa terbaca tujuh ratus dua: 702H. Tetapi
kata dua ini bisa diikuti dengan kata lain: (20 sampai 29) atau -lapan
-> dualapan -> "delapan". Kata ini bisa pula diikuti dengan kata
"sembilan". Dengan ini kemungkinan tarikh ini menjadi banyak: (702, 720 -
729, atau 780 - 789 H). Tetapi karena prasasti ini juga menyebut bahwa
tahun ini adalah "Tahun Kepiting" maka hanya ada dua kemungkinan yang
tersisa: yaitu tahun 1326M atau 1386M.
Bahasa Jawa Suriname
Bahasa Jawa Suriname merupakan ragam atau dialek bahasa Jawa yang
dituturkan di Suriname dan oleh komunitas Jawa Suriname di Belanda.
Jumlah penuturnya kurang lebih ada 65.000 jiwa di Suriname dan 30.000
jiwa di Belanda. Orang Jawa Suriname merupakan keturunan kuli kontrak
yang didatangkan dari Tanah Jawa dan sekitarnya.
Di Suriname Orang Indonesia tersebar dibeberapa tempat dan kampung
yang gampang dikenali karena Kampung mereka masih menggunakan nama-nama
dalam bahasa Indonesia seperti Desa Tamansari, Desa Tamanrejo dan
semacam itu. Untuk mengingat akan Tanah airnya Indonesia selain dengan
menggunakan nama Pemukiman mereka dengan Bahasa Indonesia, bahasa yang
digunakanpun adalah Bahasa Jawa.
Pada Tahun 1990 sekitar 34,2% Penduduk Suriname atau 143.640 Orang
keturunan asal Indonesia ( etnis jawa ) dan merupakan salah satu etnis
terbesar di Suriname saat itu. Namun seiring dengan perkembangan jaman
banyak diantara mereka yang pindah mengikuti keluarga dan bermukim di
Belanda. Anehnya walau mereka pada umumnya belum pernah melihat
Indonesia, mereka sangat fasih dalam berbahasa Jawa yang digunakan
sehar-hari dalam pergaulan antara sesama etnis Jawa. Bukan di Suraname
saja bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat yang berasal dari Indonesia
tapi juga di Belanda. Bahkan dari sebuah catatan menyebutkan kurang
lebih 65 ribu orang Warga Negara Suriname etnis Jawa dan 30 puluh ribu
orang Warga Negara Belanda etnis Jawa menggunakan Bahasa Jawa dalam
bersosialisasi dengan sesama mereka dalam pergaulan sosial
ditengah-tengah masyarakatnya.
Mungkin ada beberapa dialek yang kurang pas kedengarannya di telinga
kita, itu disebabkan oleh pengaruh bahasa Belanda dan Bahasa Tongo,
namun hanya pada dialek saja yang nampak lucu namun akan dapat
dimengerti dengan baik oleh Orang Indonesia bila mendengarnya. Fonologi
bahasa Jawa Suriname menggunaan dialek Kedu yang menjadi bahasa induk
Warga Negara Suriname asal Indonesia yang tentunya tak jauh berbeda
dengan Bahasa Jawa yang baku.
Dialek bahasa Jawa di Suriname
Di Suriname hanya terdapat satu dialek Jawa. Namun, adanya
varian-varian kata menunjukkan bahwa di masa lalu para migran Jawa itu
menuturkan sejumlah dialek yang berbeda. Di Suriname juga pernah ada
penutur bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak). Sayangnya, bahasa ini
dianggap tidak baik dan penuturnya sering dihina. Akibatnya, keturunan
mereka tak lagi mempelajari dan menuturkan bahasa Banyumasan.
Pengaruh bahasa lain
Kosakata bahasa Jawa di Suriname banyak dipengaruhi oleh bahasa
Belanda dan Sranan Tongo. Meskipun demikian, kedua bahasa tersebut tak
memengaruhi fonologi dan tata bahasa. Akan tetapi orang Jawa di Suriname
tidak bisa berbahasa Indonesia karena sejak Belanda mendatangkan orang
jawa untuk menjadi kuli kontrak , ketika itu orang asli Jawa dahulu
hanya bisa berbahasa jawa saja. Kata-kata Sranan Tongo yang sudah
diserap malah ada yang memiliki bentuk bahasa krama.
Fonologi
Fonologi bahasa Jawa di Suriname tak berbeda dengan bahasa Jawa baku
di Tanah Jawa. Fonologi Dialek Kedu yang menjadi leluhur bahasa Jawa
Suriname tak berbeda dengan bahasa Jawa baku. Namun terdapat fenomena
baru dalam bahasa Jawa Suriname, yakni perbedaan antara fonem dental dan
retrofleks (/t/ dan /d/ vs. /ṭ/ dan /ḍ/) semakin hilang.
Ejaan
Namun, bahasa Jawa Suriname memiliki cara penulisan yang berbeda
dengan bahasa Jawa di Pulau Jawa. Pada tahun 1986, bahasa Jawa Suriname
mendapatkan cara pengejaan baku. Tabel di bawah ini menunjukkan
perbedaan antara sistem Belanda sebelum PD II dengan ejaan Pusat Bahasa
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bahasa krama dalam bahasa Jawa Suriname
Dalam bahasa Jawa Suriname, terdapat juga basa krama (bahasa halus),
namun tak lagi serupa dengan bahasa Jawa di Jawa. Bahkan generasi
mudanya sudah banyak yang tak bisa menuturkan basa krama. Terdapat 3
ragam bahasa Jawa di Suriname, yakni ngoko, krama dan krama napis. Krama
di Jawa adalah madya dan krama napis adalah krama dan krama inggil.
Kursus Bahasa Jawa di Suriname
Sejak tahun 2000 di buka kursus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
untuk warga Suriname. Bertempat di KBRI Paramaribo, Pesertanya memang
tidak banyak dan masih didominasi orang tua. Agar kemampuan berbahasa
yang diperoleh dari kursus tidak hilang begitu saja, dibentuk Ikatan
Alumni Kursus Bahasa Jawa (IKA-KBJ) dan Ikatan Alumni Kursus Bahasa
Indonesia (IKA-KBI). Secara berkala, alumni berkumpul untuk berbicara
dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
Dari kursus itulah mereka menguasai bahasa Indonesia serta mengerti
tata bahasa Jawa sesuai yang berlaku di tempat asalnya. Selama ini
penggunakan ejaan Belanda untuk menulis kosa kata bahasa Jawa marak
digunakan oleh masyarakat suku jawa di Suriname. Kemampuan berbahasa
Jawa dan Indonesia itu penting bagi warga keturunan Jawa di Suriname.
Meski bukan berkebangsaan Indonesia, mereka tetaplah manusia Jawa.
"Manusia Jawa itu punya identitas, salah satunya bahasa Jawa. Maka agar
tidak kehilangan identitas, mereka harus menguasai bahasa Jawa."
Bahasa Jawa gaul
Sering kita mendengarkan percakapan dikalangan anak muda Yogyakarta
yang menggunakan bahasa jawa yang tidak formal. Tren penggunaan bahasa
Jawa seperti itu sudah lama muncul, sebagai tren khusus bahasa anak muda
Yogyakarta atau bahasa gaul anak muda Yogyakarta. Kadang masyarakat
Jogja sendiri banyak yang tidak mengenal bahasa tersebut.
Contoh:
Basa Jawa gaul |
Bahasa Jawa sebenarnya |
Bahasa Indonesia |
jape |
Cahe (bocahe) |
Teman |
Panyu |
Aku |
Saya |
Dab |
Mas |
Kakak laki-laki |
Bilangan dalam bahasa Jawa
Bila dibandingkan dengan
bahasa Melayu atau
Indonesia, bahasa Jawa memiliki sistem bilangan yang agak rumit.
Bahasa |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
Kuna |
sa |
rwa |
telu |
pat |
lima |
enem |
pitu |
walu |
sanga |
sapuluh |
Kawi |
eka |
dwi |
tri |
catur |
panca |
sad |
sapta |
asta |
nawa |
dasa |
Krama |
setunggal |
kalih |
tiga |
sekawan |
gangsal |
enem |
pitu |
wolu |
sanga |
sedasa |
Ngoko |
siji |
loro |
telu |
papat |
lima |
enem |
pitu |
wolu |
sanga |
sepuluh |
Fraksi
- 1/2 setengah, separo, sepalih (Krama)
- 1/4 seprapat, seprasekawan (Krama)
- 3/4 telung prapat, tigang prasekawan (Krama)
- 1,5 siji setengah, setunggal kalih tengah (Krama)
Bahasa pemrograman Java
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Java
Bahasa Jawa adalah bahasa yang berasal dari Jawa. Sedangkan. Bahasa
Java adalah bahasa yang digunakan untuk membuat program dan merupakan
salah satu jenis dari Bahasa Pemrograman tingkat tinggi atau High Level
Language.
Java dikembangkan pada tahun 1990 oleh insinyur Sun, James Gosling
sebagai bahasa pemrograman yang berperan sebagai otak untuk peralatan
pintar (TV interaktif, oven serba bisa). Gosling tidak puas dengan hasil
yang ia peroleh ketika menulis program dengan C++, bahasa pemrograman
lain, sehingga ia mengasingkan diri di kantornya dan menulis bahasa
pemrograman baru agar lebih sesuai dengan kebutuhannya.
Gosling menamakan bahasa pemograman barunya Oak, nama sebuah pohon
yang bisa ia lihat dari jendela kantornya; ia kemudian menamainya Green,
dan kemudian mengganti namanya menjadi Java, berasal dari kopi Jawa
(Java Coffee) , yang katanya banyak dikonsumsi dalam jumlah besar oleh
pencipta bahasa ini. Bahasa pemograman ini kemudian menjadi bagian dari
strategi Sun untuk menghasilkan uang jutaan dolar ketika TV interaktif
menjadi industri bernilai jutaan dolar. Hal itu memang masih belum
terjadi hari ini, tetapi sesuatu yang benar-benar berbeda kemudian
terjadi pada bahasa pemograman baru Gosling itu.
Secara kebetulan World Wide Web menjadi begitu populer, banyak
kelebihan yang membuat bahasa Gosling dapat digunakan dengan baik dan
cocok pada proyek maupun alat untuk adaptasi ke Web. Pengembang Sun
merancang cara bagi program yang akan berjalan dengan aman dari halaman
web dan memilih nama baru yang menarik untuk menemani fokus baru bahasa
itu, yakni
Java.
Walaupun Java dapat digunakan untuk banyak hal, Web menyediakan
tampilan yang dibutuhkan untuk menarik perhatian internasional. Seorang
programmer yang menempatkan program Java pada halaman web dapat langsung
diakses ke seluruh planet "Web-surfing". Karena Java adalah teknologi
pertama yang bisa menawarkan kemampuan ini, Java kemudian menjadi bahasa
pemrograman komputer pertama yang menerima perlakuan bagai bintang di media.
Java adalah bahasa pemrograman untuk berbagai tujuan (
general purpose),
bahasa pemrogramn yang concurrent, berbasis kelas, dan berorientasi
objek, yang dirancang secara khusus untuk memiliki sesedikit mungkin
ketergantungan dalam penerapannya. Hal ini dimaksudkan untuk
memungkinkan pengembang aplikasi "write once, run anywhere" (WORA), yang
berarti bahwa kode yang dijalankan pada satu platform tidak perlu
dikompilasi ulang untuk di tempat lain. Java saat ini menjadi salah satu
bahasa pemrograman yang paling populer digunakan, terutama untuk
aplikasi web client-server, dengan 10 juta pengguna.
Hanacaraka v.1.0
Aplikasi Hanacaraka v.1.0 adalah aplikasi untuk menerjemah aksara
latin ke aksara jawa dan juga sebaliknya. Aplikasi yang dapat membantu
auntuk mengembangkan budaya Jawa melalui aksara Jawa.
Mongosilakan.net
LogoMongosilakan.net
Mongosilakan.net merupakan layanan terjemahan daring bahasa Indonesia
ke basa Jawa dan sebaliknya dengan unggah-ungguh basa Jawa.
Bahasa yang didukung:
- Indonesia
- Ngoko
- Krama
- Krama Inggil
Bahasa Jawa di Google Translate
Google Translate dengan pilihan bahasa Jawa.
Google Translate merupakan aplikasi daring untuk urusan penerjemahan
bahasa. Hasil terjemahan memang kadang tidak sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia sehingga kalau diterjemahkan apa adanya justru lebih sulit
dipahami daripada bahasa aslinya (bahasa Inggris). Beberapa sumber
menyebutkan update itu mulai 9 Mei 2013. Dengan masuknya Bahasa Jawa,
berarti Google Translate sudah mendukung lebih dari 70 bahasa di dunia,
baik bahasa nasional maupun bahasa daerah.
Sistem penerjemahan bahasa Jawa di Google Translate ini masih
berstatus "Alpha" atau masih dalam proses pengembagan, sehingga hasil
terjemahan mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Metro Duos GT-C3322
Metro Duos GT-C3322 dengan bahasa Jawa.
Metro Duos GT-C3322 menyediakan pilihan bahasa Jawa di menu
konfigurasi ponsel. Samsung pun ternyata cukup serius dengan opsi bahasa
yang terbilang jarang ditemukan di produk ponsel ini. Semua menu
berhasil diterjemahkan dalam bahasa Jawa yang “baik dan benar”.
Buku-buku agama Islam dalam bahasa Jawa
KH Muhammad Saleh Darat adalah orang pertama yang mempelopori
penulisan buku-buku dalam agama dalam bahasa jawa. Karya-karyanya di
tulis dengan huruf Arab gundul (pegong) di era akhir tahun 1800-an.
Al-Quran pun ia terjemahkan dengan huruf itu. Kitab Faid ar-Rahman
merupakan kitab tafsir pertama di Nusantara yang di tulis dalam bahasa
Jawa dengan aksara Arab. Satu eksemplar buku terjemahan itu di hadiahkan
pada RA Kartini ketika ia menikah dengan RM Joyodiningrat, bupati
Rembang.
Naskah Terjemahan Al-Qur’an Pegon koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta
Naskah ini ditulis sebagai bahan ajar di Madrasah Manba’ul
Ulum—pesantren yang pendiriannya didukung penuh oleh pihak keraton, di
bawah kekuasaan Sri Susuhunan Pakubuwono IX (1861-1893). Jenis bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko dan model terjemahan
tafsīriyyah-ma‘nawiyyah. Secara historis, naskah ini menjadi salah satu
bukti tentang hubungan yang intens antara Islam dan keraton di Surakarta
serta peran keraton dalam proses pendidikan dan pengembangan Islam pada
akhir abad ke-19 M. Pada sisi lain, naskah ini ikut memperkaya keilmuan
pesantren yang selama ini lebih dikenal dengan tradisi keilmuan fikih
dan tasawuf.
Audio Digital Al Quran Terjemah Dalam Bahasa Jawa Dan Sunda
Digital Al QuranAl Hira Technologi dan bekerjasama dengan Lembaga
Pendidikan Ilmu Al Quran (LPIQ) MUI Propinsi Jawa Barat selaku pemegang
Hak Cipta untuk Program Terjemah Al-Qur’an Sistem 40 telah mengembangkan
Digital Al Quran selain terjemahan Bahasa Indonesia juga diterjemahkan
ke dalam bahasa Jawa dan Sunda. Tidak menutup kemungkinan jika
permintaan Digatal Al Quran dapat diterjemahkan dalam bahasa suku yang
lain selain Bahasa Indonesia. Digital Al Quran tersebut diberi nama
Digital Al Quran tersebut adalah Al Mubarak.
Tafsir al-Qur'an al-Aziz Tafsir Berbahasa Jawa Karya KH Bisri Musthofa
Satu dari beberapa karya tafsir al-Qur’an berbahasa Jawa yang cukup
fenomenal, adalah al-Ibriz Li Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz karya
KH Bisri Musthofa, seorang ulama kharismatis dan ‘materialistis’ asal
Rembang Jawa Tengah. Karya tafsir ini memuat penafsiran ayat secara
lengkap, 30 juz, mulai dari Surah al-Fatihah hingga Surah al-Nas.
Dalam tradisi pesantren, terutama pesantren di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, karya tafsir Kiai Bisri ini sama sekali tidak asing. Karya ini
lumrah dikaji dan diaji oleh para santri, dari sejak kemunculannya
hingga kini. Seperti dituturkan penulisnya, karya ini, antara lain,
memang ditujukan untuk para santri pesantren. Sehingga tidak aneh jika
karya ini dikenal sangat luas di kalangan pesantren dan tidak di luar
pesantren. Dan dengan penggunaan bahasa Jawa yang sangat kental, karya
ini menjadi kian akrab dengan suasana pesantren di Jawa.
Kuran Jawi
Museum Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah menyimpan peninggalan
benda-benda kuno milik Raja Keraton Surakarta. Bahkan, museum ini juga
menyimpan koleksi karya sastra terjemahan Alquran dalam bentuk aksara
Jawa lengkap dengan tutur bahasa Jawa.
Karya sastra yang diberi nama "Kuran Jawi" ini dibuat periode 1835
tahun alit. Lantaran lama tersimpan, maka kondisi kertas dari buku ini
pun menguning kecokelatan. Saat ini buku dengan tebal kurang lebih 10
centimeter itu sudah banyak yang terlepas dari sampul jilidnya. Bahkan
saat membuka lembaran buku pun harus hati-hati dengan bantuan petugas
museum.
Kuran Jawi ini dipecah dalam 3 buah buku yang berjumlah 30 juz. Untuk
nama-nama surah tetap menggunakan nama bahasa Arab. Tetapi untuk
tulisannya menggunakan aksara Jawa. Untuk membacanya juga sebagaimana
membaca aksara Jawa mulai dari kiri.
Tiga buah Alquran ini dibuat oleh abdi dalem Keraton Surakarta.
Mereka adalah Bagus Ngarpah sebagai penerjemah ke bahasa Jawa, Mas
Ngabehi Wiro Pustoko, serta Ki Rono Suboyo sebagai penyelaras dan
penulis ke dalam tulisan Jawa.
Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah
Negara Indonesia selain memiliki satu bahasa nasional, bahasa
Indonesia, juga memiliki lebih dari 700 bahasa daerah. Beberapa bahasa
daerah dengan populasi penutur yang tinggi telah memiliki Alkitab dalam
versi bahasa daerah tersebut, termasuk Alkitab dalam bahasa Jawa telah
diterbitkan oleh LAI.
Kitab suci terjemahan resmi LAI dalam bahasa Jawa itu ada dua versi.
Versi bahasa Jawa sehari-hari ini kira-kira sama dengan Alkitab Kabar
Baik, yang memang lebih sederhana kata-katanya dan versi Terjemahan Baru
bahasa Indonesia, 1974 yang digunakan di hampir semua gereja di
Indonesia saat ini.
Saat ini terdapat proyek yang sedang berjalan untuk
menerjemahkan Alkitab
ke dalam bahasa-bahasa daerah lainnya. Hal ini juga berguna untuk
melestarikan bahasa daerah. Salah satu organisasi yang berusaha
menerjemahkan Alkitab ke bahasa-bahasa daerah Indonesia adalah
Wycliffe Bible Translator.
Sejarah
Penggunaan bahasa Jawa masa kini
Demografi pemakai bahasa Jawa di Indonesia
[7]
1. |
Aceh |
6,7% |
175.000 |
2. |
Sumatra Utara |
21,0% |
1.757.000 |
3. |
Sumatra Barat |
1% |
56.000 |
4. |
Jambi |
17% |
245.000 |
5. |
Sumatra Selatan |
12,4% |
573.000 |
6. |
Bengkulu |
15,4% |
118.000 |
7. |
Lampung |
62,4% |
2.886.000 |
8. |
Riau |
8,5% |
184.000 |
9. |
Jakarta |
3,6% |
236.000 |
10. |
Jawa Barat[8] |
13,3% |
3.652.000 |
11. |
Jawa Tengah |
96,9% |
24.579.000 |
12. |
Yogyakarta |
97,6% |
2.683.000 |
13. |
Jawa Timur |
74,5% |
21.720.000 |
14. |
Bali |
1,1% |
28.000 |
15. |
Kalimantan Barat |
1,7% |
41.000 |
16. |
Kalimantan Tengah |
4% |
38.000 |
17. |
Kalimantan Selatan |
4,7% |
97.000 |
18. |
Kalimantan Timur |
10,1% |
123.000 |
19. |
Sulawesi Utara |
1% |
20.000 |
20. |
Sulawesi Tengah |
2,9% |
37.000 |
21. |
Sulawesi Tenggara |
3,6% |
34.000 |
22. |
Maluku |
1,1% |
16.000 |
Referensi
- ^ "Language Documentation Training Center". Diakses 2013-09-25.
- ^ Herrfurth, Hans (1964). Lehrbuch des modernen Djawanisch. Lehrbücher für das Studium der orientalischen und afrikanischen Sprachen IX. Leipzig: VEB Verlag Enzyklopädie. hlm. 19.
- ^ Terjemahan berdasarkan buku Ignatius Kuntara Wiryamartana, Arjunawiwāha, (1990:124) dengan beberapa perubahan kecil
- ^ a b Intrik Berdarah Tak Jemu-jemu, artikel pada Kompas Online
- ^ Uhlenbeck, E.M. 1964.A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura. The Hague: Martinus Nijhoff
- ^ Menimbang-nimbang bahasa Cirebon
- ^ The
data are taken from the census of 1980 as provided by James J. Fox and
Peter Gardiner and published by S. A. Wurm and Shiro Hattori, eds. 1983.
Language Atlas of the Pacific Area, Part II: (Insular South-East Asia), Canberra.
- ^ In 1980 this included the now separate Banten province.